Rabu, 19 April 2017

Pak Ali Bolang, Berawal dari Kelincahan Tangannya Membentuk Rotan Menjadi Pengusaha Rotan

07.33

Abdoellah - Siang itu matahari masih diatas kepala. Mungkin sekitar jam setengah dua siang. Seorang pria paruh baya sedang asyik duduk di teras rumah bercengkrama dengan salah seorang tukang yang sedang merenovasi rumahnya. Mengenakan kaos olah raga panjang berwarna bergaris hitam di bagian lengan. Dan celana jeans kusam, menandakan bahwa beliau pria sederhana dan bijak. Pak Ali biasa disapa. Tubuhnya agak langsing tapi dimatanya memancarkan semangat hidup yang kuat. Meski hanya berbekal ijazah SMP, hingga kini bapak yang memiliki satu putri dan satu cucu ini tetap kuat membentuk rotan menjadi berbagai bentuk. Dari ayunan bayi, vas bunga, tempat sampah, kursi lantai dan segala bentuk mampu dibuat walau hanya dengan melihat desainnya saja. Tangannya terampil membengkokkan rotan. Kakinya lincah berputar mengikuti arah lekukan rotan. Matanya tetap tajam dan teliti bila mana didapati ada rotan yang salah masuk. Begitu seterunya hingga selesai. “Setelah bahan siap, rotan lantas direndam beberapa menit. Ini dilakukan agar pada saat dilekukan rotan tidak patah. Setelah itu rotan mulai dibentuk. Satu persatu rotan dilekukan menurut keinginan hingga selesai. Setelah jadi, kerajinan akan dikompor untuk menghilangkan barangkali ada rotan-rotan kecil yang akan mengganggu keindahan kerajinan. Kemudian kerajian diamplas agar kesannya lebih halus. Langkah berikutnya memberi lem, agar antara rotan yang satu dengan yang lain tidak meregang. Memasuki tahap finishing, kerajinan diplitur,” jelasnya mengenai proses pembuatan kerajinan rotan. Pak Ali menjadi salah satu anak yang mewarisi langsung keterampilan merajut rotan. Sebab, ia menjadi anak laki satu-satunya dalam keluarga. Karena dua adiknya perempuan. Sebelum 1985, pak Bolang-Ayah pak Ali-adalah seorang pandai besi. Menurut cerita pak Ali, usaha pak Bolang cukup sukses. Banyak pesanan dari segala penjuru Sumbawa. Namun sejak 1985, pak Bolang beralih profesi menjadi pengrajin rotan. Keputusan ini terbilang tepat. Ternyata tidak hanya berdampak baik terhadap perekonomian keluarga pak Bolang, tetapi juga terhadap warga di sekitar pak Bolang. Mereka ikut pula membuat usaha kerjinan rotan. Namun entah dengan alasan apa, sekarang hanya kerajinan pak Ali saja yang masih bertahan. Pak Ali sendiri tidak tahu, dari mana ayahnya mendapat keterampilan tersebut. Pokoknya, seingat pak Ali, semenjak duduk dibangku sekolah menengah pertama, ia sudah bergelut dengan rotan hingga sekarang. Atas kemampuannya ini, pak Ali mendapat tawaran dari bapak Bupati untuk magang di Jawa. “kira-kira tahun 2003 saya sempat dikirim pak Bupati ke Cirebon, Kebumen hingga ke Jogjakarta untuk magang” ceritanya santai. “Hal ini dilakukan untuk menambah wawasan saya. Agar kemampuan saya membentuk rotan semakin meningkat,” lanjutnya. Tidak sia-sia. Jauh-jauh belajar di tanah Jawa, Pak Ali berhasil membuat beraneka bentuk kearjinan. Bahkan kerajinannya sudah dikirim ke berbagai daerah. Seperti Lombok, Bima, Sumbawa dan Alas. Namun permintaan justru lebih banyak dari lokal. Terutama di saat menjelang Ramadhan. Banyak menerima pesanan hingga enam set kursi. (satu set terdiri dari satu meja, satyu kursi panjang dan dua kursi pendek). Dari Surabaya Hingga ke Balat Dulu, setelah membeli rotan mentah di Hijrah, kecamatan Brang Ene, rotan lantas di kirim ke Surabaya untuk diubah bentuknya sesuai keinginan. Sangat lama prosesnya. “Dulu kalau mau mengubah ukuran rotan harus ke Surabaya dulu. Ongkosnya Rp. 35.000/kg. Belum ongkos kirim,” kenangnya saat itu. “Uangnya harus banyak. Minimal lima belas juta baru bisa belanja,” tambah Salmah, istri pak Ali penuh semangat. “Kalau tidak dengan modal besar kami malu. Masa belanja jauh-jauh hanya satu juta” tuturnya berapi-api. Namun kini setelah ada pemrosesan di Balat, banyak keuntungan di dapat. Tidak jauh-jauh lagi ke Surabaya. Terlalu panjang dan terlalu banyak biaya dikeluarkan. “Sekarang kalau ada uang satu juta saja, kami bisa belanja” imbuh Salmah, perempuan asli kelahiran kampung Sampir. Mimpi Bercita-cita Tinggi Syukurlah, kehadiran tempat perubahan ukuran rotan di Balat, ongkos usaha bisa ditekan seminimal mungkin. Sehingga hasilnya memuaskan semua pihak. Baik pihak pemesan, karyawan hingga M. Ali Bolang sendiri. Keuntungan penjualan rotan diinvestasikan dengan membeli sawah. Hingga kini, katanya sawahnya sudah lebih dari satu hektar. Murni dari penjualan rotan. Saat ditanya apa kiat khusus yang menjadikan kerajinannya kerap dipesan konsumen? Ia bilang tak ada kiat khusus. Yang penting jujur dan tetap sehat. Kalau tubuh sehat, semua akan berjalan sesuai harapan. Dan yang terpenting kehadiran lima orang karyawan memudahkannya dalam memproduksi pesanan. “Mereka sangat membantu pekerjaan saya. ini karunia Allah yang patut saya syukuri” ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Pak Ali juga tidak perhitungan. Jika ada pelajar atau anak muda yang ingin belajar, Ia dengan senang hati akan mengajarinya. Tanpa memungut biaya sepeserpun, gratis. Pak Ali bersyukur, keterampilan merajut rotan menjadi sumber pendapatan utama bagi keluarganya. Ia berharap usahanya semakin berkembang. Tidak hanya pasar Nusa Tenggara tapi juga sampai ke tanah Jawa dan bahkan kalau bisa sampai keluar negeri. Sebuah harapan yang wajar mengingat di Kabupaten Sumbawa Barat, hanya Ia saja yang memproduksi. Source : http://sosok-inspiratif.kampung-media.com

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 Entrepreneurship Doel. All rights resevered. Designed by Templateism | Blogger Templates

Back To Top