Kamis, 01 Desember 2016

Kisah Pengusaha Kecil Inspiratif di Tengah Krisis

20.19



Pengeras suara komputer di ruang kerja seukuran separuh lapangan badminton itu terus berbunyi: Tuing….tuing... Satu per satu pesan masuk ke akun pria muda itu. Sedikit kewalahan dia terus mencoba membaca cepat. Tak ada waktu selonjoran kaki.

Dalam hitungan menit, belasan pesanan sudah masuk ke akun pemuda itu di sebuah situs jual beli online, Bukalapak.com. Membalas pesanan yang masuk, membuat dahi pria muda itu sedikit berkeringat. Sebab, dibutuhkan kecepatan sekaligus kehatian-hatian saat menjawab. Tak boleh salah. Apalagi tertukar.

Pemuda itu bernama Sigit Nurdansyah Putra. Meski hari itu sudah merupakan akhir pekan, pria 31 tahun ini terus bekerja. Tak ada hari libur baginya.

Sabtu itu, 29 Agustus 2015, Sigit memang benar-benar kewalahan. Maklum tanggal muda. Banyak pegawai yang baru terima gaji. Pesanan pun membludak. Menjelang tengah hari, 30 transaksi jual beli kelar dibereskannya. Semua dia kerjakan seorang diri. Tak ada yang membantu.

" Ya begini ini mas kerja saya. Alhamdulillah pesanan lagi ramai," kata Sigit saat berbincang dengan Dream di rumahnya yang merangkap kantor, di Perumahan Kristal Garden, Cibinong, Bogor.

Barang yang dijualnya sebetulnya tak istimewa. Hanya aksesoris ponsel pintar seperti plastik antigores, baterai dan casing.  Banyak yang menjual barang ini di emperan. Bedanya, yang dia jual kualitas premium. Alias asli bukan barang tiruan. Sigit pintar menjual barang yang tengah jadi tren. Tak heran, pemburunya sangat banyak.

Kini lapak online-nya selalu ramai pembeli. Berkat keluletan membesarkan bisnis e-commerce itu sejak Februari 2012, Sigit didaulat sebagai pedagang terlaris atau top seller di bukalapak.com.

Penghasilannya, tak lagi sama seperti saat jadi pegawai kantoran. Sejak tiga tahun melakoni bisnis jual beli virtual ini, Sigit sudah menyelesaikan 5.284 transaksi.  Omzet pria bermuka 'ndeso' asal Ngawi ini sekarang sekitar Rp 200 juta per bulan! Luar biasa.

Keputusan Sigit menjadi pedagang terhitung nekat. Dengan jabatan yang sedang naik daun dan gaji cukup besar, Sigit memilih meninggalkan pekerjaannya. Menjadi pedagang aksesori telepon seluler.

Siapa nyana, pilihan ini menjadi jalan terbaik buatnya. Kebutuhan uang untuk membiayai pengobatan anaknya sebagai motivasi awal membuka lapak ternyata amat membantu.

***

Kisah hijrah Sigit dari pekerja kantoran menjadi pedagang online terjadi di waktu yang tepat. Tengok ke lapangan, ekonomi Indonesia tengah melemah. Banyak orang memilih menyimpan uang daripada membelanjakannya.

Ini kabar buruk bagi perusahaan. Siapa yang mau membeli barang mereka saat hampir semua orang mengetatkan uang belanja. Bagi pekerja ini tentu kabar buruk. Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa saja terjadi.

Sebenarnya bukan cuma Indonesia yang dilanda kecemasan. Hampir seluruh dunia mengalami. Dari seorang CEO, pakar ekonomi, hingga pedagang emperan semua membicarakan kesulitan ekonomi yang sedang menjalar di dunia bisnis.

Kecemasan pelan-pelan berubah menjadi ketakutan munculnya lagi Krisis Moneter 1998. Siapa yang mau kembali ke masa penuh kehancuran itu.

Puncak kecemasan terjadi ketika rupiah perlahan-lahan terpuruk. Mata uang Indonesia ini terjun bebas ke level Rp 14.000 per dolar AS. Sinyal buruk bergaung kencang.

Masih teringat pada tahun 1998, depresiasi rupiah mencapai 197 persen. Alhasil, rupiah yang biasa dijual sekitar Rp 2.000 per dolar, melayang ke posisi terendah Rp 16.650.

Tahun ini, Bank Indonesia (BI) menyebutkan rupiah telah melemah 9,8 persen sejak Januari sampai minggu pertama Agustus 2015. Bank sentral masih jumawa. Koreksi ini lebih baik dari Ringgit Malaysia yang turun 13,3 persen apalagi Real Brasil yang ambruk 29,4 persen.

Namun, bagi masyarakat awam, kurs rupiah saat ini dianggap sudah jatuh.

***

Di saat semua orang ketakutan pada ancaman krisis ekonomi, mereka yang tak mau pasrah dengan keadaan justru melawan. Kisah sukses Sigit di tengah badai ancaman krisis membuka sejarah lama 1998. Kala itu, Usaha Kecil Menengah (UKM) menjadi pahlawan. Mereka tak terhadang krisis. Bahkan, menyelamatkan perekonomian nasional.

Ketika industri tekstil yang 80 persen bergantung pada bahan baku impor banyak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan merumahkan pekerja, UKM menjadi bantalan sekaligus pintu keluar bagi pengangguran baru dari krisis ekonomi.

Kini, zaman telah berubah. UKM tak melulu soal produksi barang. Berkat kemajuan teknologi, masyarakat biasa bisa menjadi seorang pengusaha. Minimal mereka menjadi pebisnis, bukan lagi pekerja.

Sigit, seorang mantan pegawai kantoran telah hijrah menjadi pengusaha baru. Ya, pengusaha aksesoris ponsel. Dari menggantungkan gaji bulanan sebagai pemasukan, kini Sigit beralih menjadi penghasil uang.  Sigit berhasil memanfaatkan kemajuan teknologi jual beli online sebagai peluang bisnis.

Harus diakui, Indonesia memang tengah keranjingan model bisnis jual beli online ini. Nama bekennya e-commerce. Nilainya bisa membuat orang yang mendengarnya kaget.  Menteri Komunikasi & Informatika Rudiantara pernah menyebut nilai perdagangan melalui e-commerce akhir tahun ini bakal menembus US$ 18 miliar-20 miliar, atau setara Rp 254 triliun-Rp 283 triliun.

Bisnis ini sudah dua tahun terakhir menggurita. Dari hanya mencetak US$ 8 miliar pada 2013, bisnis e-commerce di Tanah Air tumbuh menjadi US$ 12 miliar pada 2014, setara Rp 170 triliun.

Dalam lima tahun ke depan, bisnis jual beli online ini ditaksir punya nilai lebih fantastis. Hampir US$ 100 miliar. Jika dirupiahkan Rp 1.417 triliun. Angka yang mengiurkan untuk memikat orang terjun ke bisnis ini.

***

Bukan hanya Sigit yang sukses terjun ke bisnis online. Dina Sri Agustin dan Briane Noviante Syukmita adalah dua wanita yang menikmati uang besar bisnis e-commerce.

Dina mungkin hanya menjual sebuah stiker dinding. Lewat e-commerce, perempuan kelahiran 1977 ini kini mengantongi omzet dari jual stiker itu hingga Rp 45 juta. Penghasilan kotornya saja Rp 16 juta per bulan.

Enam tahun bekerja sebagai pegawai di pulau seberang, Dina banting setir menjadi pedagang online. Sebelumnya, dia pernah menggarap bisnis Multi Level Marketing (MLM). Namun profesi baru ini gagal di tengah jalan.

“ Awalnya saya jualan lewat Facebook, juga lewat blog,” kata Dina yang mengaku kurang puas dengan pendapatan Rp 500 ribu per bulan.

Lain lagi cerita Novi. Meski menggenggam gelar sarjana filsafat dari univeritas negeri ternama, Novi enggan menjadi pekerja kantoran yang menunggu gaji bulanan.

Berbeda dengan Sigit dan Dina yang menjadi re-seller, istilah untuk penjual yang menjual barang orang, Novi justru menciptakan produk sendiri. Situs jual beli jadi lokasi pemasarannya.

Mengkreasikan kertas koran bekas, Novi mendirikan bisnis Dluwang Art. Bermodal Rp 500 ribu untuk memulai produksi awal, Novi kini menjadi bos dari dua orang pekerja. Bahkan saat order membludak, Novi bisa merekrut 30 pegawai paruh waktu.

" Harus tahan banting," pesan Novi untuk mereka yang ingin terjun ke dunia bisnis.

Sekali lagi, bisnis UKM memang kembali menunjukkan tajinya sebagai penyelamat. Menjadi pahlawan di saat banyak orang khawatir pada krisis ekonomi. Apalagi di zaman ketika bisnis online menjadi tumpuan. (eh)

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 Entrepreneurship Doel. All rights resevered. Designed by Templateism | Blogger Templates

Back To Top